Rabu, 03 Oktober 2012

Peradaban Islam dan Musik

Peradaban Islam dan Musik



Pada awal era kejayaan Islam, telah lahir tokoh-tokoh besar di bidang seni musik. Para ilmuwan Muslim juga telah menjadikan musik sebagai media pengobatan atau terapi. Kegemilangan peradaban Islam ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan ini bersentuhan erat dengan moral Islam, budaya Arab, dan kebudayaan besar lainnya.


Oleh karena itu, yang disebut sebagai kebudayaan Islam tidak selamanya berasal dari Arab. Bisa jadi ia hasil adopsi atau akulturasi antara budaya Arab dan budaya luar. Musik adalah contohnya. Sejarah membuktikan bahwa musik yang selama ini dikenal sebagai musik Islam ternyata tidak murni berasal dari Arab. Kesenian ini lahir dari kearifan umat Muslim terdahulu yang mengolaborasikan musik-musik dari Arab, Persia, India, dan Yunani.

Seni musik telah mendapat perhatian besar sejak Dinasti Umayyah. Hal itu ditandai dengan maraknya kegiatan penerjemahan kitab-kitab seni musik ke dalam bahasa Arab. Tradisi pengkajian dan permainan musik semakin berkembang pada era Dinasti Abbasiyah.

Banyak ilmuwan Muslim yang menerjemahkan buku-buku tentang musik dari Yunani, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun. Prof A Hasmy dalam bukunya mengenai Sejarah Kebudayaan Islam mencatat bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, kegiatan kepengarangan tentang seni musik berkembang pesat.

Sekolah-sekolah musik didirikan oleh kesultanan di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang bagus dan berkualitas tinggi adalah yang didirikan oleh Sa'id 'Abd-ul-Mu'min (wafat tahun 1294 M).

Tak heran jika pada awal era kejayaan Islam telah lahir tokoh-tokoh besar di bidang seni musik. Ada musisi ternama dan sangat disegani, yaitu Ishaq Al-Mausili (767 M-850 M). Ada pula pengkaji seni musik yang dihormati, seperti Yunus bin Sulaiman Al-Khatib (wafat tahun 785 M). Munculnya seniman dan pengkaji musik di dunia Islam menunjukkan bahwa umat Muslim tidak hanya melihat musik sebagai hiburan. Lebih dari itu, musik menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang dikaji melalui teori-teori ilmiah.

Yang menarik lagi, para ilmuwan Muslim juga telah menemukan musik sebagai media pengobatan atau terapi. Tokoh dalam bidang ini di antaranya adalah Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi (801-873 M) dan al-Farabi (872-950 M). Kajian tentang musik sebagai sistem pengobatan berkembang semakin pesat pada masa Dinasti Turki Usmani.

Pada masa ini, telah dibuktikan secara ilmiah efek musik pada pikiran dan badan manusia. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, musik dapat berfungsi meningkatkan mood dan memengaruhi emosi. Bahkan, para ilmuwan di era Turki Usmani sudah mampu menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat mengobati demam. Sedangkan, jenis musik zengule untuk mengobati meningitis.

Pro dan kontra 
Terlepas dari perhatian ilmuwan dan umara pada musik hingga menjadi karya seni yang mengagumkan, musik selalu saja menjadi bahan polemik banyak ulama. Maklum saja, seni musik memang punya pengaruh yang kuat pada masyarakat sehingga ulama merasa perlu mengawal perkembangannya, apakah sejalan dengan syariat Islam atau tidak.

Pendapat para ulama yang pro dan kontra terletak pada perbedaan perspektif mereka. Ada ulama yang melihat musik dari perspektif Alquran dan hadis; ada yang melihatnya dari perspektif sosial budaya; dan ada pula yang berusaha bersikap lebih arif, yakni melihat musik dari perspektif agama dengan mempertimbangkan kemaslahatan sosial umat Islam.

Kelompok yang ketiga berusaha tidak terjebak pada jenis atau suara musik, tetapi melihat efek yang ditimbulkan oleh musik itu. Jika musik yang disajikan tidak mengakibatkan efek-efek buruk pada kehidupan individu dan sosial, hukumnya halal. Demikian pula sebaliknya.

Dalam konteks Indonesia, perbedaan pendapat ulama tentang musik mengakibatkan polarisasi pandangan umat Islam terhadap musik itu. Ada musik yang dianggap Islami dan tidak Islami. Warna musik kasidah atau nasyid yang kental dengan pengaruh Arab mendapatkan predikat sebagai musik Islami. Sedangkan, dangdut, keroncong, pop, rock, jazz, dan lain-lain termasuk kategori yang tidak Islami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

<script type='text/javascript'