Rabu, 26 September 2012

Hadist Nabi Tentang Anak Yatim Dan Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

Hadist Nabi SAW tentang anak Yatim


Dalam sebuah riwayat Rasululllah saw bersabda :

"Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)



"Sesungguhnya, seorang laki-laki mengeluh kepada Nabi s.a.w., karena hatinya yang keras. Nabi s.a.w. berkata: -'Usaplah kepala yatim, dan berilah makan orang miskin'. (HR. Ahmad)

Orang yang memelihara, mengurus anak yatim dijamin masuk surga,
"Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (dan beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu membukanya (HR. Bukhari, Turmudzi, Abu Daud)

"Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila is berbuat dosa besar yang tidak terampuni.( HR. Turmudzi)
Rumah yang paling baik ialah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang dimuliakan.
"Sebaik-baik rumah kaum Muslimin ialah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan sebaik-baiknya, dan sejelek-jelek rumah orang Islam ialah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan jelek.(HR. Ibnu Mubarak, lihat juga tafsir Ibnu Katsir, h.509)

Makanan yang dihadiri anak yatim, tidak akan didekati setan.
"Tidak mungkin seorang yatim ikut memakan jamuan makanan, lalu setan mendekati makanan itu"' (HR. Ath-Thabrani)

Dianjurkan agar pemeliharaan anak yatim dipegang oleh orang yang kuat, secara intelektual, finansial, dan mental. Orang yang lemah hendaknya tidak dipercayai untuk mengurus harta anak yatim.
"Ya Aba Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku menyenangi untuk engkau apa yang kusenangi untuk diriku. Janganlah engkau menjadi amir walau hanya untuk dua orang, dan janganlah menjadi wali untuk harta anak yatim ( HR. Muslim)

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa meletakan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya. (HR.Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)

"Sesungguhnya seorang laki-laki mengeluh kepada Nabi SAW karena hatinya yang keras . Nabi SAW bersabda: "Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin"'(HR.Ahmad)

Orang yang memelihara anak yatim dijamin masuk surga,

"Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini(dan beliau memberikan isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu membukanya.(HR.Bukhari, Turmudzi, Abu Daud)

"Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukannya ke surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni."(HR. Turmudzi)




Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا »  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim.

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
·         Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[2].
·         Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar[3].
·         Yang dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum anak itu mencapai usia dewasa[4].
·         Keutamaan dalam hadits ini belaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu[5].
·         Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya[6].
·         Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman sebagian dari kaum muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:
1. Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ}
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).
2. Anak angkat/anak asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia[7].
3. Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram[8], sehingga wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.
[1] HSR al-Bukhari (no. 4998 dan 5659).
[2] Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul ahwadzi” (6/39).
[3] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113).
[4] Lihat kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadiitsi wal atsar” (5/689).
[5] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113) dan “Faidhul Qadiir” (3/49).
[6] Ibid.
[7] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 3778), lihat juga kitab “Tafsir al-Qurthubi” (14/119).
[8] Mahram adalah orang yang tidak halal untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang mubah (diperbolehkan dalam agama). Lihat kitab “Fathul Baari” (4/77).



4 komentar:

<script type='text/javascript'